Skip to main content

REFLEKSI DIRI KE-2


Pertemuan 3: Penilaian Afektif

1.     Apa yang telah saya pahami?
Pada pertemuan ini kami membahas mengenai penilaian afektif dalam pembelajaran matematika. Ada beberapa hal yang saya pahami:
a.    Penilaian Afektif dilihat berdasarkan sikap, minat, dan nilai siswa.
b.    Beberapa konsep diri matematika sebagai salah satu komponen ranah afektif dalam pembelajaran matematika, yaitu:
ü  Keyakinan tentang sifat matematika, pengajaran dan pembelajarannya. Sikap ini mengacu pada bagaimana matematika itu digunakan dalam kehidupan.
ü  Keyakinan tentang diri sendiri sebagai pembelajar matematika. Merujuk pada kepercayaan dan keamanan dalam diri sendiri, harapan akan prestasi, keinginan untuk menguasai matematika.
ü  Keyakinan tentang peran guru matematika. Termasuk didalamnya aspek metodologi, menciptakan sumber/media belajar sesuai dengan kebutuhan siswa, dan interaksi guru-murid.
ü  Keyakinan yang sesuai dengan konteks sosial dan keluarga. Artinya ada peran orang tua terhadap matematika, bagaimana orang tua dapat meberikan bantuan kepada anak terhadap tugas matematika.
ü  Sikap dan reaksi emosional terhadap matematika dan pembelajarannya. Termasuk didalamnya rasa ketidakamanan / ketidaknyamanan siswa karena takut salah, tingkat ketekunan, kepuasan, rasa ingin tahu, penolakan disiplin karena kurangnya minat dan daya tarik, dan tingkat kecemasan, rasa kegagalan, frustrasi, dan hambatan dalam pemecahan masalah.
c.    Langkah awal dalam mengajar adalah mengidentifikasi kebutuhan siswa, agar guru dapat mengemas/mendesain pembelajaran matematika seoptimal mungkin agar sikap siswa terhadap matematika menjadi semakin baik.

2.    Apa yang belum saya pahami?
Apakah guru matematika juga harus melalukan penilaian afektif serta bagaimana caranya? Selain itu, bagaimana cara meningkatkan sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang dikenal sebagai “momok” yang menakutkan bagi siswa?
 
3.    Apa saja usaha-usaha yang dilakukan supaya saya paham?
Saya mencoba mencari berbagai informasi dari berbagai sumber termasuk melalui diskusi dengan teman mengenai hal-hal yang belum saya pahami terkait penilaian afektif

4.    Apa yang saya dapatkan dari teman?
Dari berbagai sumber yang saya cari dan hasil diskusi, ternyata penilaian afektif juga dilakukan oleh guru matematika, namun penilaian tersebut dititikberatkan pada guru agama dan guru PKN. Sehingga guru matematika juga berkontribusi dalam menilai sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Penilaian sikap dilakukan dengan teknik observasi atau teknik lainnya yang relevan seperti penilaian diri dan penilaian antarteman. Pelaporan hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.
Sebelum ada peningkatan sikap siswa terhadap pelajaran matematika itu sendiri, harus ada perubahan dalam ”citranya” (menggunakan strategi dan media yang edukatif, interaktif, dan menyenangkan) dan peningkatan dalam hubungan antara guru dan muridSelain itu tujuannya adalah untuk merangsang ketertarikan dan selera matematika, dan untuk meningkatkan sikap, kepercayaan, dan reaksi emosional yang dialami siswa ketika mereka mempelajarinya.

5.    Apa yang saya berikan kepada teman?
Saya menyumbangkan pendapat bahwa penilaian afektif dilakukan berdasarkan indikator sikap yangg diturunkan dari kompetensi dasar pertama dan kedua.

Comments

Popular posts from this blog

Domain Psikomotor dalam Pembelajaran Matematika

Analysis of Psychomotor Domain as a Relevant Factor In The Understanding of Mathematical Concepts Ada 3 domain yang biasa “hadir” dalam   konteks evaluasi proses dan hasil belajar yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Nah kali ini kita akan membahas tentang domain psikomotor khususnya pada pelajaran matematika. Apa sih domain itu? Menurut KBBI domain dapat berarti wilayah, daerah, atau ranah. Pada umumnya orang menggartikan domain dengan ranah.   Pertanyaan selanjutnya apa itu domain psikomotor? Domain psikomotor terkait dengan aktivitas otot dengan gerakan tubuh, anggota badan, atau bagian tubuh lainnya (misalnya jari) yang diperlukan untuk tindakan tertentu. Berikut beberapa pendapat para ahli terkait domain psikomotor: 1.   Menurut Gay (1980) domain psikomotorik memerlukan kemampuan fisik, yang melibatkan keterampilan otot atau motorik, manipulasi objek atau koordinasi neuromuskuler. 2.   Menurut Simson (1972) kemampuan psikomotor termasuk gerakan, koordina

REFLEKSI DIRI 1

JURNAL HARIAN (Refleksi Diri) Pertemuan 2: Penilaian Autentik 1.      Apa yang telah saya pahami? Pada pertemuan ini kami membahas mengenai penilaian autentik dalam matematika. Ada beberapa hal yang saya pahami: a.     Penilaian Autentik  adalah pengukuran atas proses dan hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap (afektif), keterampilan (psikomotor), dan pengetahuan (kognitif).  Artinya penilaian autentik dilakukan secara menyeluruh pada proses pembelajaran dari awal hingga akhir. b.     Objek penilaian dalam proses pembelajaran adalah guru, sementara subjeknya adalah siswa, kepala sekolah dan pengawas. Sasaran penilaian terletak pada tujuan pebelajaran, unsur dinamis pembelajaran, dan pelaksanaan pembelajaran. c.     Tes merupakan alat pengukur, nilai yang diperoleh merupakan pengukuran , kesimpulan atau cara memaknai pengukuran yang diperoleh disebut sebagai penilaian , dan perlakuan yang diberikan akibat penilaian disebut sebagai evaluasi . d.    Cara bert

Framework for Classroom Assesment in Mathematics

Kerangka Kerja untuk Penilaian Kelas dalam Matematika “Framework for Classroom Assesment in Mathematics” Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan potret/profil kemampuan siswa sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Tujuan dari penilaian kelas adalah untuk menghasilkan informasi yang berkontribusi pada proses belajar mengajar dan membantu dalam pengambilan keputusan pendidikan, di mana pengambil keputusan termasuk siswa, guru, orang tua, dan administrator. Tujuan dari pendidikan matematika adalah untuk membantu siswa menjadi terpelajar secara matematis. Ini berarti bahwa individu dapat berurusan dengan matematika yang terlibat dalam masalah dunia nyata (yaitu alam, masyarakat, budaya—termasuk matematika) sebagaimana diperlukan untuk kehidupan pribadi individu saat ini, masa depan dan kehidupan kerja, serta indiv